Wisata Irigasi
Cerita Seorang Wisatawan, Suatu sore akhir Januari 2008 lalu,
langit Kota Subulussalam mendung. Kota yang baru dimekarkan dari
Kabupaten Aceh Singkil itu terlihat lengang. Kondisi seperti itu, banyak
dimanfaatkan warga kota untuk menuju tempat wisata di kota yang
dijuluki ‘jalan kesejahteraan’ itu.
Sepanjang jalan tampak remaja
berkendaraan santai. Suasana itu terekam di jalan lintas
Subulussalam-Tapaktuan. Beberapa kenderaan tampak melaju ke arah timur
kota. Sekitar 15 kilometer dari sana, sebuah lokasi wisata berada;
Sungai Namo Buaya namanya. Sepanjang jalan, pohon sawit dan karet milik
warga berjejer menambah sejuk suasana sore itu.
Menuju ke sana, tidaklah sulit. Ikuti
saja jalan mulus beraspal ke arah Kabupaten Aceh Selatan. Lalu, tepat di
depan perkebunan sawit milik warga Namo Buaya, berbeloklah ke kanan.
Jalanan disini sedikit terjal dan berbatu. Jika mengendarai kendaraan
roda dua, perlu hati-hati. Jalanan terjal dan menanjak harus dilalui
untuk menuju obyek wsiata yang baru saja di buka oleh Pemerintah Kota
Subulussalam itu. “Sebelumnya, tidak ramai pengunjung kemari. Sekitar
akhir tahun 2007 lalu, baru dibuka dan mulai ramai dikunjungi oleh
masyarakat,” sebut Saftiyah, warga Kota Subulussalam.
Melewati jalan terjal dan berbatu
menjadi tantangan tersendiri bagi para pengunjung. Namun, tidak sedikit
pula masyarakat yang berharap, agar jalan menuju obyek wisata sungai itu
diperbaiki oleh pemerintah setempat. “Kalau diperbaiki mungkin akan
lebih ramai pengunjung ke daerah ini,” sebut Dalfian Tanjung salah
seorang pengunjung.
Sekitar dua kilometer masuk ke dalam,
maka temukanlah papan kayu yang menjadi penunjuk jalan. Lalu ikutilah
arah papan yang bertuliskan lokasi wisata irigasi tersebut. Masyarakat
Subulussalam dan sekitarnya lebih sering menyebutkan obyek wisata ini
dengan nama irigasi dibanding dengan nama Sungai Namo Buaya. Memang
sungai itu juga digunakan sebagai saluran air (irigasi) untuk kecamatan
Sultan Daulat dan sekitarnya.
Deras arus sungai terdengar
menghanyutkan pengunjung dalam dekapan hutan Singkil tersebut. Tampak
masyarakat bermandi ria di kawasan itu. Lokasi wisata ini sekilas mirip
dengan kawasan wisata Bate Iliek di Kecamatan Samalanga, Bireuen yang
terletak di jalur Banda Aceh – Medan. Keduanya, digunakan sebagai
irigasi dan memiliki arus yang deras. Banyak anak-anak dan remaja
berenang dengan menggunakan ban mobil di sungai yang jernih itu.
Pantulan matahari sore memencarkan kilauan dari air sungai yang mengalir
deras.
Namun, keindahan obyek wisata itu tidak
didukung oleh fasilitas yang memadai, misalnya toilet. Tidak ada toilet
khusus yang tersedia di daerah itu. Bayangkan jika pengunjung ingin
buang air kecil.
Solusinya, harus ke sungai yang mengalir
deras. “Karena masih baru, belum dibuka toilet,” ujar salah seorang
pedagang makanan ringan di sana.
Meski begitu masyarakat tampak memadati
kawasan itu. Bahkan, sebut Saftiyah, jika hari libur, masyarakat tumpah
ruah ke sana. “Kalau hari libur banyak sekali pengunjung. Mungkin karena
airnya bersih, jernih dan derasnya lumayan,” sebut Dalfian Tanjung.
Jika ingin mencoba kedalaman sungai itu,
silahkan terjun dari papan yang telah disediakan. Ketinggian papan dari
permukaan air sekitar lima meter. Beberapa pengunjung tampak menguji
nyali dan meloncat bebas ke dalam air dari papan tersebut. “Nikmat,
airnya sangat sejuk. Segar,” ujar Rina Hastuti, pengunjung lainnya.
Selain itu, jika ingin mengarungi derasnya arus sungai itu, maka sewalah
ban mobil. Harganya hanya Rp5.000 per jam. Namun, jika pengunjung lagi
sepi, ban tersebut dapat dipakai sepuasnya dengan harga Rp5.000 sampai
bosan.
Jika ingin berkunjung ke lokasi wisata
ini, maka bawalah bekal sekucupnya. Maklum, obyek wisata dalam hutan
Singkil itu, tidak menyediakan makanan ringan yang cukup. Hanya ada dua
warung yang menyediakan makanan dan minuman ringan di sana. Itupun
dengan harga yang relatif mahal. “Kami lebih memilih membeli makanan di
Subulussalam daripada disini,” ujar Rina.
Obyek wisata irigasi, memang bukan
satu-satunya obyek wisata di Kota Subulussalam. Masih ada obyek wisata
yang tersimpan dalam perut bumi kota yang baru lahir itu. Sederet wisata
yang lain; Air Terjun Nantampuk Mas, ESKPC dan Penuntungan. Kondisinya
kurang lebih sama dengan kawasan wisata irigasi. Kurang fasilitas.
Pada Air Terjun Nantampuk Mas misalnya,
jalanan menuju ke sana sangat sulit. Tanah liat harus dilalui. Bayangkan
jika keluar dari air terjun dan hujan turun. Tanah liat itu sangat
sulit dilalui kendaraan roda dua. “Kita berharap agar semua
infrastruktur akan diperbaiki. Termasuk obyek wisata ini. Bukankah
pemasukan dari sini lumayan banyak,” ujar Dalfian Tanjung diplomatis.
Senja mulai turun. Satu-satu masyarakat tampak meninggalkan kawasan
wisata irigasi itu. “Khawatir kalau hujan. Longsor dan susah keluar dari
sini,” ujar Saftiyah.
Begitulah kondisi wisata Kota
Subulussalam. Wisata yang masih butuh perhatian dan promosi ekstra dari
pemerintah setempat. Karena wisata yang indah tersebut tersembunyi dalam
perut bumi Kota Subulussalam dan Aceh Singkil. Tanpa promosi,
masyarakat di luar Subulussalam tidak akan tahu, bahwa alam di sana
masih perawan dan menyimpan segudang keindahan.
Keindahan Objek Wisata di Kota Subulussalam
Para pengunjung di Objek wisata Kota Subulussalam
Keindahan Objek Wisata di Kota Subulussalam
Para pengunjung di Objek wisata Kota Subulussalam
Informasi Kontak Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Besar:
Kota Subulussalam - NAD
Kota Subulussalam - NAD
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar dan Saran Anda Sangat Saya Harapan Untuk Yang Lebih Baik